“Ra
bangun, salat subuh yuk !”
Suara
lembut sahabatku membangunkan tidur singkatku, setelah semalaman suntuk
berkutat pada soal-soal takehome dari
dosen tercinta. Sebelum tubuh beranjak keluar kamar, kutengok sekilas jendela
kamarku. Kubuka sedikit tirai hijau toska jendela itu. Terlihat langit indah
masih membentang menembus keheningan. Raja Malam dengan ditemani
bintang-bintangpun tak luput memancarkan keindahan sinarnya. Aku terdiam
sejenak, seraya memangku kedua tangan pada kayu jendela, layaknya aktris-aktris
disinetron. Pandanganku tak lepas dari
Sang Raja Malam itu. Melamun, entahlah sepertinya melamun adalah salah satu
kegemaranku sejak kecil. Memandang dan memandang, begitulah yang kulakukan.
“Indah
...” Gumamku dalam keheningan.
“Ra
cepet ke kamar mandi ambil air wudhu, kita salat subuh berjamaah”. Disela lamunanku, aku dikejutkan kembali oleh
suara sahabatku. Sepertinya aku mulai terhanyut kembali pada lamunanku, sampai
melupakan bahwa sudah masuk waktu subuh. Kebiasaan buruk.
“ooh
iya iya. Hehe “ Ucapku. Lantas kututup kembali tirai itu, dan menyegerakan diri
untuk mengambil air wudhu.
☺☺☺
Kubuka
pintu kostan dengan perlahan. Saat ini aku sedang bersiap-siap untuk memulai
aktivitasku di kampus. Subhanallah,
ternyata pagi telah menyambutku dengan begitu ramah. Mentaripun tak angkuh
untuk memperlihatkan keelokannya.
“Namaku
Zahra Ainiyah. Keluargaku
sering memanggilku ‘Aini’, tapi teman-temanku lebih menyukai memanggilku dengan
nama ‘Ara’, alhasil saat ini aku memiliki dua nama panggilan. Layaknya artis
papan atas saja, memiliki nama panggilan lebih dari satu.
Alam,
satu kata yang selalu mengantarkanku pada dunia bawah sadar. Sebut saja
melamun. Terkadang terlintas dalam benak, alasan mengapa aku begitu menyukai
alam, mungkin salah satunya adalah karena arti salah satu dari namaku “Ainiyah”
yang berarti “Pohon Rimbun Bersemi”. Alasan yang kurang akurat memang, namun
itu dapat dijadikan salah satu alasannya”
“Kebiasaan Ara ga pernah berubah
ya? Ngelamun terus kerjaannya.” Ucap salah satu teman
satu kostku. Lagi dan lagi ucapannya menyadarkan lamunanku. Bagitulah teman
satu kostanku, Fatin namanya. Malu rasanya dinobatkan sebagai ‘Gadis Melamun’
olehnya.
“Hehe.. iya maaf tin. Hayu kita berangkat”
Ucapku ceria.
Kamipun
bergegas ke kampus. Sepanjang perjalanan ke kampus, kedua bola mata lebarku ini
tak pernah lepas dari pemandangan sekitar. Pohon-pohon rimbun yang bersemi,
angin pagi yang berhembus seakan menyapaku, sambil berkata “Selamat Pagi”.
Khayalku terlalu berlebihan. Sungguh indah cinta dari-Nya. Semua yang
diciptakan sesuai dengan proporsi masing-masing. Layaknya manusia yang memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mereka ada untuk saling melengkapi satu
sama lain.
☺☺☺
“Kamu
lagi lihat foto siapa tin?” Ucapku disaat tak sengaja melirik Fatin yang
sedang sibuk melihat foto-foto di laptop doraemonnya itu, yang entah foto siapa.
“Ini
temanku dari UNSOED. Lihat !! keren yah, perempuan berani naik-naik ke gunung.
Aku mah ga akan berani. Hehe” Ucap fatin, sambil menunjuk salah satu foto
di laptopnya, dan terlihat foto seorang perempuan yang tertutupi oleh siluet
matahari sore sedang memegang bendera. Sepertinya itu bendera organisasinya.
“Naik-naik ke gunung? Seperti Ninja Hatori saja
hehe” Kataku meledek.
“Kamu pernah naik ke gunung ga Ra?” Tanya
Fatin kepadaku.
Dengan
wajah polos, aku hanya dapat menggelengkan kepala, pertanda bahwa aku belum
pernah melakukan itu.
“Yah payah kamu. Katanya suka alam, tapi
belum pernah ke gunung? ” Ucap Fatin dengan nada memanas-manasi.
“Bukannya payah, tapi memang belum pernah ada
yang mengajakku untuk naik gunung Tin.” Ucapku lemas.
“
Hahahaha ... “ Tawa Fatin
menggelegar. Membuatku enggan untuk melanjutkan perbincangan. Toh, mencintai alam itu bukan berarti
harus naik ke puncak gunungkan?
☺☺☺
“....
Di beritakan, Senin 4 Januari, dini hari tadi telah terjadi kebakaran hutan di
Pesisir Wilayah Kalimantan Barat. Berhektar-hektar hutan habis dilalap si jago merah. Dugaan kuat terjadinya kebakaran
adalah karena kelalaian penduduk sekitar. Saat ini hutan masih dalam proses
pemadaman.... ”
“Lagi lagi kebakaran hutan..” Ucapku saat
menonton salah satu stasiun TV yang sedang menayangkan berita terkini terkait
kebakaran hutan di wilayah Kalimantan Barat.
“Iya ih, perasaan baru kemarin banjir.
Indonesia .. Indonesia.. kapan kau asri seperti dulu kala?” ucap Fatin
mendramatisir suasana.
“jawabannya ada di diri kita masing-masing
Tin” Ucapku dengan bijak.
“Maksudnya?” Tanya Fatin.
“Iya kalau kita mau alam kita tetap terjaga,
yaa harus ada kesadaran dari diri kitanya. Allah itu menciptakan Alam semesta
ini bukan tanpa maksud loh Tin, Allah pasti punya rencana lain. Salah satunya
kejadian yang barusan. Alam dan semestanya ini titipan dari-Nya, tugas kita
sekarang itu bagaimana menjaga titipan ini. Analoginya seperti ini Tin,
misalnya kamu dititipkan Guci keramik, kemudian pemiliknya memerintahkan kamu
untuk menjaga guci itu jangan sampai pecah. Otomatis kamu pasti akan
menjaganyakan, sebab kalau tidak dijaga kemungkinan-kemungkinan buruk pasti
akan terjadi. Sama halnya dengan Alam kita ini, kalau bukan kita yang menjaga, lantas
siapa lagi? So, apakah kita mau nunggu sampai pemiliknya marah dulu lalu baru
kita menjaganya. Kalo kaya gitu sih sama aja bohong, nasi sudah menjadi bubur.
Kita ini terlalu angkuh karena kita tak pernah malu pada alam yang selalu ada
untuk kita”
“eeemmmmhh ... “ Ucap singkat Fatin.
“Kenapa tanggapannya cuma “ehm” aja? Ga
kreatif ah kamu Tin.” Kesalku dibuat-buat.
“Hehe, habis bingung mau bilang apa lagi.
Tapi ngdengerin penjelasan kamu barusan aku jadi teringat sama lagu salah satu
tim Nasyid, yang judulnya kalo ga salah
“Pantai Suatu Maha Karya”,
dan aku suka lirik yang ini :
Melambai
nyiur hijau
Di
sepanjang tepian
Menjadi
saksi setia
Keagungan
Ilahi, kebesaran tercipta
Dijaga
dan disyukuri, selama-lamanya ...
Ucap Fatin sambil
menyanyikan sepenggal lirik, yang mungkin hanya itu yang dia hafal.
“aduuuuh Fatin kamu jangan nyanyi ih, suaru kamu
ga sebagus Fatin X-Factor tau.. !! ”
“Kamu jahat banget Ra..” Gerutu Fatin.
“hahhaaha ... “ Ucapku, lantas langsung
bergegas ke kamar sebelum terkena amukan temanku, Fatin.
☺☺☺
Setelah
puas berbincang dengan Fatin, kuulangi kembali aktivitas favoritku. Membuka
tirai hijau toska jendela kamar. Kemudian memangku kedua tangan sambil
memandang ke dunia luar. Kucoba merenungkan kembali apa saja yang terjadi hari
ini. Apakah alam menangis kembali? Atau sebaliknya. Dan ternyata alam masih
menangis. Aku malu pada diriku sendiri. Aku merasa diriku ini sungguh angkuh
akan ciptaan-Nya.
Langit
tak pernah semu. Langit selalu menampakkan kearifannya pada alam. Gagahnya
langit yang membentang, membuatku malu pada ciptaan-Nya. Malu pada matahari
yang selalu menyapa ramah awal aktivitasku, malu pada pohon-pohon rimbun yang
selalu melindungiku dari teriknya matahari serta setia menemani perjalananku,
malu pada bulan yang selalu menemani sunyinya malam dan menerangi kamarku dari
sela-sela jendela yang kubuka, serta aku malu pada air yang selalu mengalir
memenuhi kebutuhan hidupku. Malu sekali. Terlebih bila mengingat Firman Allah
yang satu ini :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).
Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan
dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)".
(QS.Ar-Rum ayat 41-42)
0 komentar:
Posting Komentar